Alor adalah sebuah pulau yang terletak di ujung timur Kepulauan Nusa Tenggara. Luas wilayahnya 2.119 km², dan titik tertingginya 1.839 m. Pulau ini dibatasi oleh Laut Flores dan Laut Banda di sebelah utara, Selat Ombai di selatan (memisahkan dengan Pulau Timor), serta Selat Pantar di barat (memisahkan dengan Pulau Pantar. Pulau Alor adalah satu dari 92 pulau terluar Indonesia karena berbatasan langsung dengan Timor Leste di sebelah selatan.
Pulau Alor di Nusa Tenggara Timur termasuk salah satu pulau terluar di wilayah Indonesia yang perairannya berbatasan dengan Timor Leste. Die Pulau kecil ini terdapat keindahan bawah laut yang memukau.
Pulau Alor dikatakan unik karena mempunyai hampir 13 bahasa daerah dengan 40an bahasa etnis/suku, namun yang mempersatukan bahasa di Alor adalah Bahasa Indonesia. Bisa dikatakan Alor merupakan pemegang rekor untuk bahasa Indonesia, karena dari yang tua sampai balita, dari pinggir kota sampai pedalaman gunung, semuanya menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Alor terkenal dengan sebutan kota kenari dan juga kota 1000 moko.
Moko merupakan jenis alat pukul yang menurut para leluhur datang dari negri Mongolia/Cina. Alat ini di Alor digunakan untuk upacara adat dalam peminangan gadis untuk dijadikan istri. Jaman dahulu, kalau tidak ada moko maka tidak dapat memperistri seorang gadis.
Kenari merupakan salah satu hasil pertanian utama yang ada di Alor. Mempunyai bentuk yang unik dan rasa seperti kacang, merupakan bahan pembuat kue dan teman santapan dengan jagung titih.
Makanan khas yang terkenal di pulau Alor adalah “Kue Rambut”. Kue yang dibuat dari tepung ini mempunyai bentuk yang unik seperti helai rambut orang indonesia timur (keriting) dan mempunyai rasa yang khas dengan gurih/renyah ketika dimakan.
Buah yang terkenal di pulau Alor adalah “Mangga Kelapa”.
Buah mangga ini mempunyai ukuran jumbo seperti buah kelapa pada umumnya. Rasanya asam ketika masih mentah, namun ketika masak (matang) sangatlah manis. Dengan rasanya minis yang berbeda dari mangga yang tumbuh di Indonesia. Mangga ini ketika matang tidak seperti mangga pada umumnya, yang semua struktur buahnya lembek, namun mangga ini ketika matang diluarnya keras, dalamnya lembek. Mangga ini merupakan jenis satu-satunya yang berada di NTT
Alor mempunyai tempat pariwisata yang tidak kalah dengan Bali. Di Pulau Alor ini terkenal dengan pantai berpasir putih yakni :
1. Pantai Ling’al.
adalah pantai dengan pasir putih yang memanjang kurang lebih 500 meter dengan lautnya yang masih sangat alami, bening dan biru mempesona. Keindahan hamparan pasir putir berpadu hijau bukit dan birunya laut di Pantai Lingal, Desa Halerman, Kecamatan Alor Barat Daya, Alor, NTT (5/10). Pantai yang berjarak tempuh sekitar 2-3 jam dari Desa Alor Kecil menggunakan kapal ini memiliki keindahan alam yang luar biasa, mulai dari beningnya laut, pasir putih, hijau perbukitan, hingga keramahan penduduk setempat kepada pengunjung.
2. Pantai yang sering menjadi obyek wisata masyarakat Alor adalah Pantai Mali
Pantai Mali berada di Desa Kabola Kecamatan Teluk Mutiara dengan jarak 10 KM dari Kota Kalabahi. Pantai ini menyajikan air yang tenang dengan pasir putih dan taman wisata alam laut yang indah serta rimbunan pohon kelapa yang banyak buahnya. Pantai ini merupakan pantai paling terkenal dan yang paling sering di kunjungi oleh masyarakat di Kabupaten Alor. Dari pantai mali sekitar 3 km dapat dilihat suatu pemandangan alam hutan nostalgia dimana para pengunjungnya diberikan aneka tanaman untuk ditanam sekitar lokasi dengan mencantumkan namanya pada pohon tersebut. Pada hutan ini juga terdapat sebuah mata air yang sejuk dibawah rerimbunan pohon kenari dan cendana yang indah.
3. Pantai Maimol
Maimol adalah suatu kawasan wisata dengan pemandangan laut yang sangat indah, Maimol sebagai kampung nelayan tradisional, memiliki potensi cukup baik guna menjadi penghasil ikan di wilayah kabupaten Alor. Di tempat ini anda bisa menyaksikan keseharian Nelayan setempat, di mulai dari cara menganyam alat penangkap ikan (pukat, sebutan masyarakat setempat), perawatan hingga cara penangkapan ikan yang masih tradisional. kita juga langsung dapat menikmati hasil tangkapan nelayan yang beragam. Diantaranya berbagai ikan, cumi-cumi, gurita, udang, dll. ( bisa langsung dibakar).
Pantai Mali dan Maimol pantai ini tidak terlalu jauh dari Ibu Kota Alor-Kalabahi. Jarak tempuh ke Mali bisa ditempuh dalam 30-45menit, Maimol ditempuh dalam 15-20 menit. Pantai lain yang biasa dikunjungi adalah pantai Pante Daere dan Pantai Batu Putih, Pantai Bearuing (pantai-pantai ini terletak di Pulau Alor).
Untuk daerah wisata yang biasa dikunjungi wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik yaitu:
1. Pantai Batu Putih,
Pantai batu putih ini, terkenal karena batu diujung pantai yang berwarna putih, seperti lapisan dan sedikir berbentuk goa. Bibir pantai ini melengkung indah dengan air laut jernih berwarna hijau toska. Ada yang unik dengan Pantai Batu Putih. Tidak seperti pantai kebanyakan yang bibirnya dihiasi pasir, di Pantai Batu Putih tak ada pasir. Seperti namanya, bibir pantai ini dihiasi batu-batu kecil berwarna putih tulang (cream).
2. Pulau Kepa (Lapatite Kepa)
Pulau kepa dikenal sebagai “Surga Terumbu Karang”. Pulau ini memiliki hamparan pasir putih selembut tepung dan lautan biru jernih yang jauh dari keramaian. Pulau Kepa ibarat dunia yang terlupakan oleh laju peradaban.
3. Pulau Sika
Pulau Sika adalah sebuah pulau kecil yang tidak berpenghuni, Namun di pulau tersebut ini terdapat sebuah Kuburan yang dianggap “keramat” oleh masyarakat di kabupatet ini. Pulau kecil ini terletak di timur laut Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Posisi pulau ini berseberangan langsung dengan Bandara Mali. dan disini juga tempatnya ikan dugong "mawar"
.4. Jawa Toda (di Pulau Pantar).
Pantai Jawa Toda sendiri terletak di Pulau Pantar, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Sebuah pantai pasir putih yang indah, seperti Pantai Pantar Kumbang yang sangat menggoda untuk dijadikan latar belakang foto.
5. Gunung Sirung
Gunung Sirung adalah gunung berapi aktif yang terletak di Pulau Pantar yang terletak di Kepulauan Alor yang berada di timur Provinsi Nusa Tenggara Timur. Lereng Gunung Sirung dapat dicapai dengan mudah dari desa di Kakamauta. Dalam kawah Gunung Sirung terdapat sulfur di Danau kawah dan mengeluarkan sulfur dari lubang-lubang gunung. Letusan terakhir terjadi tahun 1970 dan secara teratur mengeluarkan gas dan asap yang berlangsung sejak tahun 2004.
6. Tempat wisata yang tidak kalah menarik yaitu “kampung tradisional TAKPALA”.
Sebuah desa tradisional aktif dari Suku Abui di Pulau Alor yang terletak di dataran tinggi/bukit tak jauh dari kota. Perkampungan Takpala memiliki 15 rumah adattradisional suku Abui atau yang biasa disebut dengan rumah lopo. Hanya tersisa13 kepala keluarga (kk) atau sekitar 40 jiwa yang bermukim di kampung Takpalaitu. 13 rumah adat tak berdinding dan sepasang rumah adat yang disebut Kolwatdan kanuarwat. Dua rumah adat ini tidak semua orang bisa memasukinya, karenahanya orang-orang tertentu saja.
Kampung ini menunjukan kepada dunia bahwa kehidupan masyarakat Pulau Alor Jaman dulu seperti yang ada pada masyarakat di kampung Takpala. Kampung ini sangat terkenal di Indonesia, sering muncul untuk acara Run Etnik pada salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia.
7. Kampung adat tradisional monbang.
Berbagai suku di sana menarik untuk dikenal lebih dekat, seperti suku Kabola. Pakaian adatnya ternyata terbuat dari kulit kayu.
Suku Kabola merupakan salah satu duku di Alor yang mendiami daratan Pulau Alor, Pantar dan pulau-pulau kecil di antaranya. Masyarakat Suku Kabola mendiami perkampungan tradisional Monbang yang berada di Desa Kopidil Kecamatan Kabola , berjarak dari Kalabahi sekitar 7 km.
(Diposting oleh Lhya weni di 17.43)
Alor nan Indah |
Alor nan Permai |
Anda juga dapat langsung membeli ikan hasil tangkapan para nelayan setempat yang menjajakan hasil tangkapannya untuk dijual di pesisir pantai. Akses transportasi cukup mudah menuju lokasi dengan menggunakan ojek ata angkutan kota dari pusat kota dengan tarif 5.000 rupiah (Katarina Pada)
foto. Gabriel Mahal |
Soeparmi Surahya adalah pakar Komodo. Saya kira satu-satunya di Indonesia, bahkan di dunia. Berasal Fakultas Biologi UGM. Soeparmi Surahya melakukan penelitian Komodo selama 12 tahun, dari tahun 1977 - 1989. Hasil penilitiannya dituangkan dalam buku berjudul "Komodo: Studi Anatomi dan Kedudukannya dalam Sistematik Hewan" (Gadjah Mada University Press, 1989).
Berdasarkan hasil penelitiannya tersebut Soeparmi menyimpulkan bahwa terjadi kesalahan konvergensi dalam penilitian Peter A. Ouwens, peneliti Belanda, di tahun 1912 yang memberikan nama Varanus Komodoensis sebagai nama ilmiah dari Komodo alias Ora menurut nama lokalnya. Komodo memang mirip biawak, tetapi bukan termasuk genus Varanus. Yang disebut biawak atau genus Varanus itu adalah binatang yang ada pada saat sekarang ini. Sementara Komodo itu binatang purba yang berasal dari era 60 juta tahun lalu.
Hasil penelitian pakar Komodo Soeparmi ini saya tulis dalam skripsi saya (hal. 23 - hal. 24). Menurut Soeparmi, Komodo lebih primitif sedangkan jenis Varanus lebih progresif. Ini dia simpulkan dari hasi perbandingan antara ciri-ciri phyletica Komodo dengan Varanus Salvator. Pada kedua jenis ini terdapat 291 organum. Dari 291 organum, terdapat 271 unsur organum yang polanya berbeda dan ada 20 organum yang polanya sama. Dari 271 organum tersebut, terdapat 269 organum Komodo yang lebih primitif dibandingkan dengan Varanus Salvator dan ada 2 organum Komodo yang lebih progresif dibandingkan dengan Varanus Salvator.
Berdasarkan hasil penelitian dari aspek evolusi, paleontologi, paleogeologi, paleogeografi, paleoekologi dan paleoklimatologi, Soeparmi membuktikan bahwa Komodo itu bukan Varanus, tetapi Mosasaurus Komodoensis. (Surahya, 1989: 289).
Kembali ke pertanyaan Prof. Dr. Koesnadi kepada saya di atas. Saya jawab pertanyaan itu begini: bahwa tanpa mengurangi sedikitpun penghargaan saya terhadap nilai ilmiah dari hasil penilitian Soeparmi, saya masih menggunakan nama ilmiah Varanus Komodensi, bukan Mosasaurus Komodoensis, karena tulisan ilmiah saya ini titik beratnya adalah aspek hukum perlindungan Komodo sesuai bidang studi hukum lingkungan. Di dalam hukum positif, baik hukum internasional maupun hukum nasional, yang berhubungan perlindungan Komodo ini, masih menggunakan nama Varanus Komodoensis.
Sementara belum ada kesepakatan dan belum ada satu peraturan pun yang menetapkan nama ilmiah Komodo itu adalah Mosasaurus Komodoensis berdasarkan hasil penelitian Soeparmi.
Prof. Dr. Koesnadi menerima jawaban saya ini. Tetapi, jawaban tersebut bersifat normatif. Hal substansial yang masih jadi soal sampai hari ini adalah mengapa nama Mosasaurus Komodoensis berdasarkan hasil penilitian selama 12 tahun dari Soeparmi Surahya dan dari berbagai aspek keilmuan (bandingkan singkatnya penilitian Owens, dan mungkin sangat sederhana), tidak digunakan? Mengapa nama ilmiah Mosasaurus Komodoensis yang jauh lebih purba darpada Varanus Komodoensis seakan tenggelam, lenyap, dan tidak berarti apa-apa?
Mestinya Pemerintah Indonesia menetapkan secara resmi nama Mosasaurus Komodoensis sebagai nama ilmiah Komodo ini, bukan Varanus alias jenis biawak, binatang di zaman now. Andaikan saja, masih ragu dengan hasil penilitian Soeparmi Surahya, Pemerintah Indonesia mestinya mengajak pakar di bidang ini untuk melakukan penelitian pembanding/menguji hasil penilitian Soeparmi Surahya ini dan Owens. Hasil penelitian itulah yang menentukan nama ilmiah mana yang tepat untuk Komodo. Begitu!
(Gabriel Mahal)
Oleh : Pieter Sambut
Ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan Dewan Pimpinan Pusa Forum Komunikasi Masyarakat Flobamora ( DPP-FKM FLOBAMORA )
Logo FKM FLOBAMORA |
Sepak bola yang dikenal sebagai olahraga yang merakyat tidak hanya
sekedar media pencapaian prestasi (kemenangan). Sepak bola sesungguhnya
mempunyai muatan-muatan nilai kemanusiaan (humanistic value) yang dapat
membantu pembentukan kepribadian dan solidaritas sosial. Karena itu,
secara substansial sepak bola dapat menjadi media pembelajaran dan
internalisasi nilai-nilai yang mununjang kualitas kehidupan bersama.
Ketika orang bermain sepak bola, sebetulnya orang tidak hanya belajar
teknik berlari, menendang atau mengolah si kulit bundar dan bagaimana
memasukannya ke gawang lawan. Sepak bola juga tidak hanya terkait dengan
strategi dan pola bermain untuk mencapai kemenangan (prestasi).
Jika hanya kemenangan yang diusung, maka lapangan sepak bola ibarat
“medan perang” yang sarat dengan nafsu untuk meraih kemenangan, bahkan
dengan cara-cara yang tidak sportif seperti bermain kasar atau dengan
sengaja men-tackle lawan hingga terjungkal, yang pada akhirnya memancing
keributan di antara pemain ataupun suporter. Prinsip fair play yang
menjadi roh dari sepak bola diabaikan.
Padahal secara kontekstual, ketika orang bermain sepak bola
sesungguhnya orang tengah mempelajari banyak nilai seperti kedisiplinan
melalui kepatuhan terhadap jadwal berlatih dan instruksi pelatih,
ketaatan terhadap peraturan-peraturan pertandingan, kerja sama tim (team
work), tanggungjawab, fighting spirit (semangat juang) dan kerja keras.
Sepak bola adalah permainan kolektif. Keterampilan individu harus
memberi kontribusi maksimal bagi kesuksesan tim. Dari setiap pemain
dituntut pengorbanan diri untuk kepentingan tim. Pengorbanan diri yang
terwujud dalam kerja sama tim membuat sepak bola ibarat sebuah okestra
yang tidak saja enak dipandang mata, tetapi juga sangat menghibur
penonton.
Dalam sepak bola orang juga belajar nilai sportivitas, fairplay,
kejujuran, cinta kasih, toleransi dan solidaritas sosial yang merupakan
nilai-nilai universal yang mampu menembus sekat-sekat perbedaan suku,
bahasa, agama dan antar golongan. Itulah sebabnya sepak bola telah
menjadi media pemersatu yang efektif dan sekaligus media hiburan massal
yang mampu menyedot banyak penonton, entah orang tua atau anak-anak dan
bahkan kaum hawa.
Copa Flobamora I 2019 yang digagas Forum Komunikasi Masyarakat (FKM)
Flobamora melalui Departemen Pemuda dan Olahraga bukan even baru bagi
masyarakat Flobamora diaspora, khususnya di Jakarta dan sekitarnya.
Sejumlah even sejenis, baik berskala kabupaten seperti Ngada Cup,
Wuamesu Cup, Ikamasi Cup maupun berskala regional seperti Copa Florete
dan Copa NTT selalu menyisahkan persoalan klasik, yaitu bentrokan antar
pemain yang melibatkan official dan bahkan para penonton. Lapangan sepak
bola menjadi panggung adu jotos.
Akibat bentrokan fisik beberapa turnamen kini tinggal cerita masa
lalu. Sebut saja Manggarai Cup, Copa Florete dan Copa NTT. Bukan hanya
itu. Para pengelola GOR atau stadion di Jakarta menjadi alergi dengan
even sepak bola orang Flores dan NTT pada umumnya. Soalnya, keributan
antar pemain berimbas pada rusaknya fasilitas GOR atau stadion. Kalau
saat ini Panitia Copa Flobamora 2019 agak sulit mendapatkan lapangan
pertandingan, itu adalah hasil tuaian dari benih yang kita tabur selama
ini.
Dari pengamatan saya terhadap sejumlah turnamen sepak bola yang
diselenggarakan masyarakat Flobamora diaspora, bentrokan fisik atau
perkelahian di lapangan tidak selalu bermula dari benturan fisik (body
touch). Benturan fisik dalam sepak bola adalah hal biasa, apalagi yang
main orang NTT.
Bentrokan fisik di lapangan saat pertandingan sebenarnya berkaitan
dengan mentalitas pemain dan official. Para pemain dan official tidak
mampu mengendalikan diri dan main hakim sendiri. Padahal ada wasit yang
memimpin pertandingan dan ada regulasi yang sudah disosialisasi dan
disepakati bersama. Panitia juga memiliki perangkat Komisi Disiplin yang
berwenang untuk menjatuhkan sanksi kepada pemain atau tim kesebelasan
yang melanggar peraturan, mulai dari teguran tertulis hingga sanksi
diskualifikasi.
Masalah mentalitas lain yang sering memicu bentrokan fisik di
lapangan adalah sikap atau perilaku sejumlah pemain yang menjadikan
lapangan sepak bola sebagai panggung untuk menunjukkan eksistensinya
atau dalam bahasa milenial disebut caper. Mereka ingin pengakuan dari
sesamanya bahwa mereka “jago.”
Sayang, penyakit pamer ke-jago-annya itu ditunjukkan di tempat yang salah, di antara sesama anak Flobamora. Seharusnya mereka pamer ke-jago-annya di tempat lain dengan mengukir prestasi yang membanggakan masyarakat Flobamora, baik di bidang akademik, sosial kemanusiaan dan prestasi-prestasi lainnya.
Sayang, penyakit pamer ke-jago-annya itu ditunjukkan di tempat yang salah, di antara sesama anak Flobamora. Seharusnya mereka pamer ke-jago-annya di tempat lain dengan mengukir prestasi yang membanggakan masyarakat Flobamora, baik di bidang akademik, sosial kemanusiaan dan prestasi-prestasi lainnya.
Sepak bola memang sarat dengan gengsi atau prestise, apalagi yang
diusung adalah harga diri kabupaten atau daerah asal. Namun untuk meraih
gengsi atau prestise tersebut tidak instan. Tidak juga dengan cara-cara
yang mencederai persaudaraan sebagai sesama anak Flobamora. Gengsi atau
prestise adalah hasil dari sebuah proses disiplin diri para pemain
dalam berlatih dan membangun kerjasama tim. Sayang, kita lebih
mengutamakan hasil akhir (gengsi atau prestise) daripada proses
pembelajaran.
Sebagaimana dinyatakan Ketua Umum FKM Flobamora, Marsel Muja, pada
acara Technical Meeting pekan lalu, bahwa turnamen Copa Flobamora lebih
menekankan aspek persaudaraan daripada prestasi. Karena itu, seluruh
pemain, official dan para penonton harus menjunjung
Turnamen Copa Flobamora diharapkan akan menciptakan babak baru
solidaritas dan soliditas sosial di antara masyarakat Flobamora, baik di
diaspora maupun di bumi Flobamora, serta memperkokoh persatuan nasional
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kita semua
berharap, penyelenggaraan Copa Flobamora 2019 lebih berkualitas daripada
even-even sejenis sebelumnya. Untuk itu seluruh pemain dan official
serta para supoter harus sepakat bahwa sepak bola merupakan salah satu
media yang mempersatukan kita sebagai sesama anak Flobamora.
Jika masih ada pemandangan yang tidak elok dipandang mata di
lapangan, seperti bentrokan fisik/perkelahian atau perilaku yang tidak
terpuji yang mencederai asas sportivitas, fair play dan persaudaraan
yang saling mendukung dalam turnamen Copa Flobamora 2019, berarti kita
gagal belajar tentang nilai-nilai kemanusiaan/persaudaraan dalam sepak
bola. Jika demikian, turnamen Copa Flobamora 2019 mungkin saja akan
senasib dengan Copa Florete dan Copa NTT yang sudah almarhum.
Semoga Copa Flobamora 2019 bisa menjadi rumah besar yang mampu
memayungi seluruh masyarakat NTT diaspora dan juga menjadi tempat kita
merajut persaudaraan yang saling mendukung. Dalam kebersamaan kita
melangkah menuju NTT Bangkit. Bae sonde bae NTT lebe bae. Selamat
bertanding! ***
Fridolin Berek, Emanuel Bria, Dewi Leba, Pius Bria, Roy Tei Seran. |
Sebuah Talkshow bertema Mataros (Hamba - Malaka, Timor) digelar oleh Anak Timor Hits Creative di Jakarta, 21 Juli 2019 yang lalu.
Menggandeng KIKONAS (Kios Kaos Nasional) talkshow live via IG : AnakTimor Hitz Creative tentang kisah hamba, kaum kelas kedua atau kaum pekerja (proletar) diselenggarakan di Kedai Kopi Bolehlebo, Jakarta ini mencoba mengangkat harga diri para Mataros.Pius Fahik Bria salah satu pembicara berharap melalui kegiatan ini, para Mataros dapat bergandengan tangan membalikan anggapan menghina orang terhadap kaum hamba, masyarakat kelas kedua, kaum pekerja atau proletar.
" Karian Halo nu Ata, Ha Halo nu Nain. Bekerja seperti Mataros (hamba), makan seperti Raja ".
" Semoga Kalimat ini merepesentasikan niat dan keyakinan Mataros di mana pun berada, baik di Malaka maupun di semua manusia yang cinta akan Kerja ", tutur Pius Fahik Bria yang pernah menjadi Sekjen DPP GMNI, Memimpin Divisi Kewirausahaan dan Kepemudaan di KNPI, serta seorang pengusaha, dan juga Pemimpin KIKONAS dan anak Timor HItz Kreatif dalam Topik berjudul Pemuda dan Enterpreneurship.
Selain Pius Fahik Bria, turut selaku narasumber adalah Fridoline Berek dan Emanuel Bria.
Fridoline Berek, asal Malaka, yang saat ini konsen di Bidang Pencegahan Korupsi dan mengabdikan diri seutuhnya demi penyelenggaraan Pemerintahan yang Bebas Korupsi, mengangkat judul “ Memperbaiki Kinerja Pemerintahan Melalui Integrasi Perencanaan - Penganggaran ".
Dan Emanuel Bria, Kelahiran Malaka yang sudah lama mengabdikan diri sebagai Aktivis LSM pada bidang Pertambangan, Energi dan Sumberdaya dan pernah berkarya di Vietnam selama beberapa tahun serta aktif menjadi pembicara di berbagai kesempatan, terutama bersama pihak luar negeri dalam berbagai kesempatan dialog mengenai Sumberdaya Energi dan Gas, mengangkat judul " Membangun Indonesia Dari Pinggiran ".
Talkshow Mataros ini dipandu oleh Dewi Leba, asal Kefa, TTU. Dewi Leba sendiri saat ini aktif sebagai Reporter iNews TV di Level Nasional, dan konsen di dunia Jurnalistik secara umum.
Sebelum acara talkshow, Anak TimorHitz menggelar Soft Launcing Rose Laundry dan Studio Anak Timor Hitz.
Kiri-kanan belakang: Don Kapitan, Julian, Melky, Pius Bria, Yanto Seran, Oliver. Depan (ki-ka) : Roy Tei Seran, Fridolin Berek, Emanuel Bria. |
Romo Filto Bowe, Pr imam Diosesan Keuskupan Atambua yang sedang ditugaskan di Jogyakarta memimpin ibadat pemberkatan tempat usaha. Selanjutnya, rombongan kemudian mengunjungi keluarga besar Belu, Malaka, dan TTU Diaspora serta Umat Katolik umumnya di Jakarta.
Kehadiran persatuan Anak Timor Hitz Creative sendiri dipioner oleh Yulius Haryanto Seran.
Selaku pencetus, Yanto Seran berharap anak - anak Flobamora (Flores, Sumba, Timor, Rote, Alor) mampu menggunakan media - media sosial baik facebook, Instagram dan Youtube untuk menampilkan hal - hal positif tentang kekayaan lokal dari Tana Flobamora.
" Menampilkan figur - figur terkenal NTT terutama tenun, bahasa, adat istiadat NTT atau hal - hal positif lainnya seperti prestasi - prestasi anak - anak NTT di berbagai level ", demikian asa Yulius Haryanto Seran, pemuda asal Kabupaten Malaka.
Frans Watu, Ketua Departemen Pemuda dan Olahraga FKM Flobamora. |
Partai final El Tari Memorial Cup (ETMC) 2019 kali ini merupakan pertandingan prestise karena selain membawa nama daerah (Kabupaten) juga merupakan pertarungan dua etnis di Nusa Tenggara Timur (NTT) dari dua pulau besar Timor dan Flores.
Lolosnya Persemal Malaka (Timor) yang akan ditantang Persamba Manggarai Barat (Flores) membuat tensi pertandingan semakin tinggi. Disam
Menurut pengamatan Elton Wona putra Nagekeo yang pernah memperkuat Persema Malang, pertandingan final hari ini bakal beralangsung seru. Kemenangan salah satu tim bakal tercapai apabila mampu memanfaatkan peluang yang diperoleh, tutur lelaki hitam manis yang pernah menangani Persena Nagekeo di Copa NTT I.
Lanjut Elton, sebagai tuan rumah Persemal Malaka bisa memenangkan laga ini jika mereka mampu memaksimalkan dukungan para suporternya. Kehadiran pemain ke dua belas ini bisa menambah semangat juang para pemain laskar Manu Meo, Malaka. Karena ini laga final, biasanya faktor ketenangan menjadi faktor yang tidak kalah penting.
Very Bili mantan striker Popsi dan PSK Kupang punya pendapat berbeda. Saya jagokan Persamba Manggarai Barat, dengan catatan harus bermain sabar, jangan terbawa pola permainan Persemal yang cendrung menerapkan strategi long pass football. Lanjut anak sumba yang sempat memperkuat tim yunior Perseden Denpasar, jika Laskar Komodo mampu bermain tenang dengan melakukan transisi bertahan ke menyerang dengan cepat, maka tidak menutup peluang bagi Persamba membawa trophy ETMC ke Labuan Bajo. Mereka punya pemain berpengalaman bisa mengatur ritme permainan, dan ini sudah dibuktikan dengan mengalahkan Perse Ende di semi final.
Manu Meo Malaka akan memainkan sepakbola klasik ala Inggris, dengan memanfaatkan kecepatan dua ujung tombaknya. Pola ini jika tidak pandai menjaga ritme permainan, bisa jadi keteteran karena sangat menguras stamina para pemain. Sebaliknya Persamba tetap akan bermain dengan tempo sedang, solidnya lini tengah Persamba bisa membendung serangan pasukan Manu Meo dari sektor tengah, timpal Roy Willa mantan pemain Elnusa Jakarta.
Pertandingan malam ini merupakan pembuktian siapa raja kotak pinalti, Yoko (Persemal) ataukah Ikhsan (Persamba). Kedua striker ini punya kualitas dan naluri dalam penyelesaian akhir. Keduanya dalam laga semi final sama-sama membukukan dua gol.
Pertandingan final ETMC malam ini menjadi diskusi hangat di grup What App NTT All Star. Para mantan pemain yang pernah memperkuat tim sepakbola di NTT dan sejumlah Klub Liga Nasional di Jakarta, berharap kompetisi di NTT tidak dilakukan dua tahun sekali, bila perlu setiap tahun, karena Liga Indonesia diputar setiap tahun.
Ari Bali berpendapat, walaupun regulasi PSSI membolehkan pemain dari luar, sebaiknya Asprov NTT membatasi pemain dari luar NTT, sehingga pemain lokal dapat memperoleh kesempatan untuk bermain di kompetisi dua tahunan ini. Kompetisinya saja dua tahunan, giman bibit muda mau berkembang ? Saya dapat informasi Bintang Timur FC hanya menambah 5 pemain dari luar, ini bagus untuk mendongkrak mutu pertandingan, timpal Ari mantan pemain Suratin dan Bonak Kupang.
Abdul Muis mengusulkan agar tidak kehilangan momentum kita bisa buat satu diskusi tentang sepakbola, hasil diskusi ini bisa kita sampaikan ke Gubernur dan Askab/Askot untuk sama-sama kita reformasi Asprov NTT, tegas penggiat Masgibol Kupang yang tengah memperdalam ilmu sepakbolanya di Jakarta.
Kalau mau bangkit jangan terus berwacana, diskusi kita tidak sebatas wacana lagi, sudah saatnya NTT punya Klub di Liga 2 yang bermain di level nasional. Kita punya talenta yang tidak kalah dengan Papua atau Maluku. Kalau semua potensi ini kita maksimalkan dan ditopang dengan semangat Gubernur dan Bung Fahry Francis, saya rasa mimpi kita untuk melihat Klub Liga 2 atau 1 bermain di Kota Kupang atau NTT seperti dahulu bisa terwujud, tutur
NTT All Star pernah membuat forum diskusi tentang akuisisi Klub Liga 2 dan berhombase di Kupang atau Flores (Ende/Labuan Bajo). Pemikiran ini sudah kami sampaikan lewat salah satu anggota kita dalam bentuk proposal mini kepada salah satu penggagas dan sponsor, lanjut Agustinus Maufa mantan pemain yang kini aktif sebagai Wasit berlisensi C2.
Tiga kota Kupang, Ende dan Labuan Bajo sebagai sasaran home base karena dari sisi transportasi dan sarana sangat mendukung. Di Kupang dan Ende ada Stadion Oepoi dan Marilonga, transportasi dari Bandara ke Lapangan relative dekat. Sedangkan Labuan Bajo karena destinasi wisata. Klub ini bisa menjadi tools mempromosikan destinasi wisata dan produk lokal NTT, tegas Yun Bali, eksekutif muda mantan pemain Perse.
Mantan pemain NTT All Star yang kini berkiprah di luar NTT seperti, Yopi Riwoe mantan pemain Persija Jakarta dan Timnas Indonesia, kini menjadi Pelatih Timnas Putri Indonesia bersama Ruly Nere. Polce Kia mantan pemain Pelita Jaya dan Barito Putra saat ini ditunjuk menangani tim Pra PON Kalimantan Tengah. Eduard Mangilomi di Surabaya, Hubert Manek di Bekasi, Dwi Pranyudha Jakarta. Saatnya sepakbola NTT bangkit, lewat sepakbola kita berharap bisa menjadi media promosi pariwisata NTT.
Menurut pengamatan Elton Wona putra Nagekeo yang pernah memperkuat Persema Malang, pertandingan final hari ini bakal beralangsung seru. Kemenangan salah satu tim bakal tercapai apabila mampu memanfaatkan peluang yang diperoleh, tutur lelaki hitam manis yang pernah menangani Persena Nagekeo di Copa NTT I.
Lanjut Elton, sebagai tuan rumah Persemal Malaka bisa memenangkan laga ini jika mereka mampu memaksimalkan dukungan para suporternya. Kehadiran pemain ke dua belas ini bisa menambah semangat juang para pemain laskar Manu Meo, Malaka. Karena ini laga final, biasanya faktor ketenangan menjadi faktor yang tidak kalah penting.
Very Bili mantan striker Popsi dan PSK Kupang punya pendapat berbeda. Saya jagokan Persamba Manggarai Barat, dengan catatan harus bermain sabar, jangan terbawa pola permainan Persemal yang cendrung menerapkan strategi long pass football. Lanjut anak sumba yang sempat memperkuat tim yunior Perseden Denpasar, jika Laskar Komodo mampu bermain tenang dengan melakukan transisi bertahan ke menyerang dengan cepat, maka tidak menutup peluang bagi Persamba membawa trophy ETMC ke Labuan Bajo. Mereka punya pemain berpengalaman bisa mengatur ritme permainan, dan ini sudah dibuktikan dengan mengalahkan Perse Ende di semi final.
Manu Meo Malaka akan memainkan sepakbola klasik ala Inggris, dengan memanfaatkan kecepatan dua ujung tombaknya. Pola ini jika tidak pandai menjaga ritme permainan, bisa jadi keteteran karena sangat menguras stamina para pemain. Sebaliknya Persamba tetap akan bermain dengan tempo sedang, solidnya lini tengah Persamba bisa membendung serangan pasukan Manu Meo dari sektor tengah, timpal Roy Willa mantan pemain Elnusa Jakarta.
Pertandingan malam ini merupakan pembuktian siapa raja kotak pinalti, Yoko (Persemal) ataukah Ikhsan (Persamba). Kedua striker ini punya kualitas dan naluri dalam penyelesaian akhir. Keduanya dalam laga semi final sama-sama membukukan dua gol.
Pertandingan final ETMC malam ini menjadi diskusi hangat di grup What App NTT All Star. Para mantan pemain yang pernah memperkuat tim sepakbola di NTT dan sejumlah Klub Liga Nasional di Jakarta, berharap kompetisi di NTT tidak dilakukan dua tahun sekali, bila perlu setiap tahun, karena Liga Indonesia diputar setiap tahun.
Tim Laskar Komodo-Jakarta |
Ari Bali berpendapat, walaupun regulasi PSSI membolehkan pemain dari luar, sebaiknya Asprov NTT membatasi pemain dari luar NTT, sehingga pemain lokal dapat memperoleh kesempatan untuk bermain di kompetisi dua tahunan ini. Kompetisinya saja dua tahunan, giman bibit muda mau berkembang ? Saya dapat informasi Bintang Timur FC hanya menambah 5 pemain dari luar, ini bagus untuk mendongkrak mutu pertandingan, timpal Ari mantan pemain Suratin dan Bonak Kupang.
Abdul Muis mengusulkan agar tidak kehilangan momentum kita bisa buat satu diskusi tentang sepakbola, hasil diskusi ini bisa kita sampaikan ke Gubernur dan Askab/Askot untuk sama-sama kita reformasi Asprov NTT, tegas penggiat Masgibol Kupang yang tengah memperdalam ilmu sepakbolanya di Jakarta.
Kalau mau bangkit jangan terus berwacana, diskusi kita tidak sebatas wacana lagi, sudah saatnya NTT punya Klub di Liga 2 yang bermain di level nasional. Kita punya talenta yang tidak kalah dengan Papua atau Maluku. Kalau semua potensi ini kita maksimalkan dan ditopang dengan semangat Gubernur dan Bung Fahry Francis, saya rasa mimpi kita untuk melihat Klub Liga 2 atau 1 bermain di Kota Kupang atau NTT seperti dahulu bisa terwujud, tutur
NTT All Star pernah membuat forum diskusi tentang akuisisi Klub Liga 2 dan berhombase di Kupang atau Flores (Ende/Labuan Bajo). Pemikiran ini sudah kami sampaikan lewat salah satu anggota kita dalam bentuk proposal mini kepada salah satu penggagas dan sponsor, lanjut Agustinus Maufa mantan pemain yang kini aktif sebagai Wasit berlisensi C2.
Tiga kota Kupang, Ende dan Labuan Bajo sebagai sasaran home base karena dari sisi transportasi dan sarana sangat mendukung. Di Kupang dan Ende ada Stadion Oepoi dan Marilonga, transportasi dari Bandara ke Lapangan relative dekat. Sedangkan Labuan Bajo karena destinasi wisata. Klub ini bisa menjadi tools mempromosikan destinasi wisata dan produk lokal NTT, tegas Yun Bali, eksekutif muda mantan pemain Perse.
Mantan pemain NTT All Star yang kini berkiprah di luar NTT seperti, Yopi Riwoe mantan pemain Persija Jakarta dan Timnas Indonesia, kini menjadi Pelatih Timnas Putri Indonesia bersama Ruly Nere. Polce Kia mantan pemain Pelita Jaya dan Barito Putra saat ini ditunjuk menangani tim Pra PON Kalimantan Tengah. Eduard Mangilomi di Surabaya, Hubert Manek di Bekasi, Dwi Pranyudha Jakarta. Saatnya sepakbola NTT bangkit, lewat sepakbola kita berharap bisa menjadi media promosi pariwisata NTT.
Pingin merebut trophy ETMC 2019, juara dari turnamen ini akan mewakili NTT dipenyisihan Liga 3 PSSI. Secara tim kedua kesebelasan memiliki kualitas pemain yang sama baiknya. Demikian juga team work, skill individu hingga fighting spirit tidak jauh berbeda.
Frans Watu, Koordinator NTT All Star yang juga Ketua Departemen Pemuda dan Olahraga FKM Flobamora.